MENGENAL “GAMOLAN PEKHING” | Pusaka Lama Bumi Sekala Bekhak/ KNOW "GAMOLAN PEKHING" | The Old Heritage of Bumi Bekala Bekhak

“Gamolan Pekhing” (Gamelan Bambu). Adalah alat musik tradisional lampung  Bumi Sekala Bekhak, diperkirakan sudah ada sejak abad 485 SM, secara etimologi, gamolan berasal dari kata gimol yang artinya gemuruh atau getar yang berasal dari suara bambu dan menjadi gamolan, yang artinya bergemuruhan atau bergetaran. Sementara itu, begamol, artinya berkumpul.

Foto : Gamolan Pekhing (ist)

Seniman Lampung Barat Syafril Yamin mengatakan gamolan pada awalnya merupakan instrumen tunggal yang konon dimainkan dan yang menemani seorang mekhanai tuha (bujang lapuk), yang menetak pekhing mati temeggi atau tunggul bambu tua tegak yang sudah lama mati.

Alat musik tradisi Lampung ini sangat lambat perkembangannya. Sebelum 1990, gamolan pekhing hanya dikenal sebagai alat musik yang dimainkan saat upacara adat atau upacara penyambutan tamu.
Selain itu, alat musik gamolan pekhing juga belum memiliki peraturan baku dalam memainkan nada-nadanya. Sehingga generasi muda Lampung enggan belajar memainkan gamolan pekhing. Hal itu menyebabkan pemain gamolan pekhing terbatas pada seniman-seniman gamolan pekhing saja. Pemain-pemain tersebut juga hanya ada di sanggar-sanggar kesenian Lampung saja. 

Menurut Hasyimkan – Dosen Universitas Lampung, Gamolan berasal dari bahasa Sansakerta, yakni gamel yang berarti memukul. Kemudian saat China masuk maka kata gamol diartikan sebagai berkumpul dan kemudian dikenallah gamolan. Budaya asli yang ada saat itu hanya berupa bambu bulat yang berfungsi sebagai kentongan. Setelah China masuk dan membawa kebudayan bambu maka terjadilah akulturasi dan membuat gamolan seperti saat ini, perpaduan antara bambu bulat dan lempengan.

Perkembangan gamolan mempunyai beberapa periode antara lain sebelum mendapat pengaruh informasi dari radio, televisi dan jalan masih belum dibangun sekitar tahun 1960, masa tersebut adalah zaman keemasan gamolan. Namun, setelah itu ketika informasi dan transformasi masuk ke daerah ini maka gamolan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Sekala Bekhak Lampung. 
Selain sebagai musik tunggal dan musik pengiring tari, gamolan juga digunakan sebagai pengiring vokal yang terbentuk kedalam pantun, seperti: hahiwang, bebandung, pepecuch, dan muayak. Lagu yang dipakai terbagi kedalam jenis tabuhan adat dan non adat.

Namun kini Gamolan Pekhing sudah mulai diminati kembali oleh para seniman muda Lampung Barat. Dan untuk memperoleh gamolan pekhing pun tidak sulit, sudah berdiri sanggar “mamak Lil” yang khusus menyediakan gamolan pekhing.

Foto : Pengrajin Gamolan Pekhing - Syapril Yamin (ist)

Berkat keuletan para praktisi seni dalam mempopulerkan dan mempertahankan keberadaan gamolan pekhing, alat musik tradisional Asal Bumi Sekala Bekhak Kabupaten Lampung Barat ini telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan pada tahun 2014 dan di tahun 2019 telah di dibawa oleh pihak pemerintah pusat menuju UNESCO untuk dijadikan warisan budaya dunia tak benda dengan melibatkan sejumlah praktisi seni gamolan dalam penyusunan naskah nominasi gamolan untuk diajukan ke dalam daftar ICH UNESCO 2019.

(dari : Berbagai sumber)

Informasi lebih lanjut : Syafril Yamin (Rajo Gamolan) : 0821 7666 2111

==========================

"Gamolan Pekhing" (Gamelan Bamboo). Is a traditional musical instrument of Lampung Bumi Sekala Bekhak, estimated to have existed since the 485 century BC, etymologically, gamolan is derived from the word gimol which means rumbling or vibrating from the sound of bamboo and becoming gamolan, which means to rumble or vibrate. Meanwhile, begamol, means gathering .
West Lampung artist Syafril Yamin said the gamolan was originally a single instrument that was said to be played and which accompanied a mekhanai tuha (bachelor), who hack pekhing mati temenggi or old stumps of old bamboo that had long died.

Lampung traditional musical instruments are very slow development. Before 1990, gamolan pekhing was only known as a musical instrument that was played during traditional ceremonies or welcoming guest ceremonies.

In addition, gamolan pekhing musical instruments also do not have standard rules in playing the notes. So that the younger generation of Lampung is reluctant to learn to play gamolan pekhing. That causes the players of gamolan pekhing to be limited to pekhing gamolan artists. These players also only exist in Lampung art gallerias.

According to Hasyimkan - Lecturer at the University of Lampung, Gamolan comes from Sanskrit, which is gamel which means to hit. Then when China entered, the word gamol was defined as gathering and then recognized gamolan. The original culture that existed at that time was only a round bamboo that functioned as a block. After China entered and brought bamboo culture, there was acculturation and making gamolan as it is today, a combination of round bamboo and slabs.

The development of gamolan has several periods, among others, before being influenced by information from radio, television and the road was still not built around 1960, this period was the golden age of gamolan. However, after that, when information and transformation entered this area, the gamolan had begun to be abandoned by the Sekala Bekhak Lampung community.

Apart from being a single music and dance accompaniment music, gamolan is also used as a vocal accompaniment that is formed into the rhymes, such as: hahiwang, bebandung, pepecuch, and muayak. The song used is divided into traditional and non-traditional wasp types.

But now Gamolan Pekhing has begun to re-interest young West Lampung artists. And to get a pekhing gamolan is not difficult, there is already a "mamak Lil" studio that specializes in providing gamolan pekhing.

Because the perseverance of art practitioners in popularizing and maintaining the existence of gamolan pekhing, a traditional musical instrument from Bumi Sekala Bekhak, West Lampung Regency, has been designated a Intangible Cultural Heritage (WBTB) by the Ministry of Education and Culture in 2014 and in 2019 has been in brought by the central government to UNESCO to become an intangible world cultural heritage by involving a number of gamolan art practitioners in the preparation of the gamolan nomination manuscript to be submitted to the UNESCO 2019 ICH list.

(from various sources)

More information : Syafril Yamin (Rajo Gamolan): 0821 7666 2111


Posting Komentar

0 Komentar